Minggu, 11 Oktober 2015

Innerbeauty of Muslimah*




Ada kecantikan yang lebih tinggi daripada kecantikan fisik. Kecantikan yang patut didambakan dan diistimewakan bagi setiap pribadi wanita muslimah. Kecantikan yang tak lekas layu, kecantikan yang tetap mekar dan bertambah anggun setiap kali dirawat dengan keshalihan. Adalah kecantikan hati, kecantikan yang lahir dari dalam diri, kecantikan yang lebih abadi dan bercahaya serta dapat memancarkan pesona luar biasa bagi pemiliknya. Senada dengan ungkapan Rumi penyair Persia, the only lasting beauty is the beauty of the heart. Kecantikan abadi adalah kecantikan hati.
Kecantikan hati melahirkan budi pekerti atau akhlak terpuji. Pada dasarnya akhlak secara bahasa berarti watak. Sedangkan secara istilah akhlak adalah kebiasaan, tabiat atau watak di dalam diri yang menjadi sumber terjadinya perbuatan, tanpa ada unsur rekayasa ataupun pura-pura. Akhlak yang baik lahir dari hati yang cantik, bersih dan suci. Sebaliknya akhlak yang buruk lahir dari hati yang buruk, kotor dan gelap. Wanita dengan segala keindahannya ingin selalu tampil cantik, namun yang harus diperhatikan cantik sejati tak sebatas hanya pada penampilan lahir saja. Namun kecantikan batin atau hati adalah yang paling utama dan agung yang sudah semestinya menghiasi pribadi setiap wanita muslimah.
Wanita muslimah, hendaknya selalu mempercantik diri dengan mengasah budi pekerti dan menjaga etika. Dalam hal ini Islam menganjurkan bagi setiap muslimah untuk menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik dalam berperilaku dan berbudi pekerti. Karena beliaulah utusan Allah SWT sang penyempurna akhlak (budi pekerti) manusia. Firman Allah SWT, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21). Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ahmad dari Abu Hurairah menyatakan bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda, “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak”. (HR. Ahmad).
Rasulullah SAW sang penyempurna akhlak memiliki sifat-sifat terpuji yang sangat istimewa. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Atha bin Yassar, ia berkata: “Saya pernah bertemu dengan Abbdullah bin Amru bin al-Ash dan saya berkata kepadanya, ‘Beritahukan kepadaku mengenai sifat-sifat Rasulullah SAW dalam Taurat, beliau dihiasi dengan beberapa sifat pada dirinya yang juga disebutkan dalam Al-Qur’an, seperti ‘Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, pelindung orang-orang yang buta huruf (ummi), engkaulah hamba utusan-Ku. Aku namai engkau orang yang berserah diri (al-mutawakkil). Dia bukanlah orang yang galak, kasar, bersuara lantang di pasar-pasar, juga tidak membalas kejelekan dengan kejelekan, akan tetapi malah dengan memaafkan dan mengmpuni. Allah tidak akan memanggilnya (mewafatkannya) sebelum ia meluruskan kembali agama yang bengkok dengan kesaksian tiada Tuhan selain Allah, membukakan mata yang buta, telinga yang tuli, dan hati yang lalai.”
Rasulullah pun tak pernah berbuat kasar, baik terhadap keluarganya, pembantunya ataupun kepada orang yang mencacinya. Diriwayatkan dari Aisyah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW tidak pernah memukul sesuatupun dengan tangannya baik istri maupun pembantunya, kecuali saat berjihad di jalan Allah. Beliau tidak pernah dilapori sesuatu lalu menghukum pelakunya kecuali jika kamu benar-benar telah melanggar batas-batas keharaman Allah maka beliau pun akan menghukumnya demi Allah SWT”.
Dari Anas RA, ia berkata, “Saya menjadi pelayan Nabi SAW selama 19 tahun dan selama itu belum pernah sekalipun beliau berkata kasar atau mencela saya, baik terhadap apa yang saya lakukan maupun yang belum saya kerjakan.” (HR. Bukhari)
Dalam hadis lain yang bersumber dari istri nabi SAW, Aisyah RA ia berkata bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda, “Hai Aisyah, sesungguhnya Allah adalah Sang Maha Lembut yang menyukai kelembutan dan memberikan bagian tertentu pada kelembutan yang tidak diberikan-Nya pada kekerasan ataupun pada yang lain”. (HR. Muslim)
Begitu mulianya akhlak baginda Rasulullah SAW karena akhlak beliau adalah Al-Qur’an. Pernyataan ini sejalan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim bahwasannya Sa’ad bin Hisyam bin Amir bertanya kepada Sayyidah Aisyah RA, ia berkata, “Wahai Ummul Mukminin, ceritakanlah kepadaku mengenai akhlak nabi SAW?”. Ia balik bertanya, “Apakah kamu tidak membaca Al-Qur’an?”. Ia pun berkata, “Sesungguhnya akhlak Nabi SAW adalah Al-Qur’an”.
Berbahagialah wanita muslimah yang setiap waktunya senantiasa berusaha memperbaiki kualiatas akhlak dirinya. Karena kelak akan menjadi tetangga terdekat Nabi Muhammad SAW pada hari kiamat, dimana di hari itu tidak ada syafaat selain syafaat dari beliau. Hal ini dikisahkan dalam sebuah hadis dari Jabir bin Abdullah ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat tinggalnya denganku pada hari kiamat kelak di antara kalian adalah orang yang paling baik budi pekertinya. Dan orang yang paling aku benci di antara kalian dan paling jauh tempat tingggalnya denganku pada hari kiamat adalah orang yang banyak mulut, bermulut usil dan bermulut besar atau sombong”. (HR. At-Tirmidzi)
Allah SWT pun menjamin setiap hamba-hambanya yang selalu berbuat amal baik dengan kehidupan yang baik dan balasan amal berupa surga. Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesunggunya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. An-Nahl: 97)
            Dalam membangun kecantikan hati dalam diri diperlukan keselarasan sikap-sikap positif secara sadar dan ikhlas. Setiap perbuatan positif yang diniatkan untuk beribadah karena Allah SWT akan membuahkan kenikmatan dan ketenangan batin. Berikut ini adalah sikap-sikap positif yang dapat mempercantik kepribadian diri seorang muslimah dalam meraih kehidupan dunia dan akhirat yang diridhai Allah SWT. Antara lain:

1.     Malu Sebagian dari Iman
Rasa malu merupakan fitrah dan sifat asli wanita sedangkan bagi laki-laki malu adalah sifat terpuji. Setiap wanita muslimah pada dasarnya memiliki rasa malu dalam dirinya yang telah tertanam sebagai fitrah bagi wanita. Malu adalah sifat yang membangkitkan keinginan untuk meninggalkan perbuatan buruk dan mencegah seseorang untuk merebut hak orang lain.
Bagi wanita muslimah rasa malu merupakan mahkota kemuliaan dan kewibaannya sehingga dapat membuat orang-orang di sekelilingnya memberikan rasa hormat, perilaku yang sopan dan tutur kata yang baik. Refleksi rasa malu ini direalisasikan oleh wanita muslimah melalui ketaatannya menjalankan perintah Allah SWT yakni dengan selalu menjaga pandangan, menjaga kemaluan, dan menutup auratnya dengan berbusana muslimah. Sebagaimana firman Allah SWT yang termaktub di dalam Al-Qur’an, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak darinya. Dan hendklah mereka mereka menutupkan kain kerudung  dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya...”. (QS. An-Nur: 31)
Rasa malu bukanlah ahlak tercela yang menimbulkan kerugian melainkan rasa malu adalah sebagian dari iman. Hal ini disebutkan dalam hadis-hadis nabi SAW dari Abdullah bin Umar RA ia berkata, “Rasulullah SAW menghampiri seorang laki-laki yang sedang mencela saudaranya yang pemalu sambil berkata, “Kamu sok pemalu!”. Seolah-olah ia ingin mengatakan bahwa sifat malu akan membawa kerugian bagimu. Rasulullah SAW pun menukas, “Biarkan dia, sesungguhnya malu itu sebagian dari iman”. (HR. Bukhari)
Akhlak yang baik dapat berdiri kokoh di atas keteguhan iman. Dan rasa malu adalah yang menghiasi akhlak tersebut sehingga menjadi bagian dari keimanan. Apabila tidak ada rasa malu maka hilanglah iman dan akhlak. Dalam hadis yang senada dijelaskan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Iman itu ada tujuh puluh tiga cabang, yang paling utama adalah ucapan Laa ilaha illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalanan sedangkan malu adalah sebagian dari iman”. (HR. Muslim)
Iman dan rasa malu senantiasa beriringan karena keduanya menganjurkan kepada perbuatan yang baik dan mencegah keburukan. Iman akan membawa seorang berbuat taat dan menjauhi maksiat. Sedangkan rasa malu akan mengingatkan seseorang untuk selalu bersyukur terhadap segala nikmat yang diberikan dan selalu berusaha menjaga hak-hak orang lain. Rasulullah SAW bersabda, “Malu dan iman senantiasa beriringan. Apabila yang satu hilang maka hilanglah yang lain”.
Bahkan nabi Muhammad SAW Sang penyempurna budi pekerti memiliki sifat malu. Sebagaimana telah dikisahkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudry bahwasanya Rasulullah SAW adalah pemalu dan sifat malu nya melebihi gadis pingitan. Apabila Rasulullah SAW membenci sesuatu dapat terliht jelas dari mimik dan ekspresi wajah beliau. Dan beliau pun berpesan untuk selalu menjaga rasa malu dan menjadikan rasa malu sebagai ciri khas/ikon ahlak dalam Islam. Dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Anas RA, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap agama memiliki etika dan etika Islam adalah malu”.
Wanita muslimah, rasa malu bukanlah batu penghalang untuk terjun dalam kehidupan sosial, mencari kebenaran, menambah pengetahuan dan beramar makruf nahiy munkar. Sebagaimana yang dicontohkan Ummu Sulaim Al-Ansari dalam belajar agama, beliau tidak malu bertanya kepada Rasulullah SAW perihal sesuatu yang belum diketahuinya. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Zainab binti Abu Salmah dari Ummu Salamah Ummul Mukminin, ia berkata, “Ummu Sulaim istri Abu Thalhah datang menghadap Rasulullah SAW kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, Allah tidak merasa malu terhadap kebenaran, apakah perempuan harus mandi ketika mengalami mimpi basah?’ Rasulullah SAW menjawab, “Ya, apabila dia melihat air”.
Wahai wanita muslimah, janganlah sampai rasa malu hilang dalam diri kita sebab apabila kita tidak memiliki rasa malu maka tidak ada lagi benteng yang menjaga keimanan kita kepada Allah SWT. Sebab hilangnya rasa malu akan mengakibatkan seseorang berbuat sesukanya dan mengarah pada perbuatan negatif seperti kemaksiatan, kedzaliman, kebohongan, kemurkaan, keingkaran, serta kekufuran sehingga syaitan yang akan berkuasa atas orang-orang yang kehilangan rasa malu dan mereka akan digiring ke dalam neraka Jahanam. Na’udzubillah. Allah SWt berfirman, “Berbuatlah apa yang kamu kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fushiat: 40)

2.     Menjaga Lisan
Lidah tak bertulang. Itulah ungkapan yang sering kita dengar dari kebanyakan orang. Kenyataannya memang lidah tak memiliki tulang. Ia hanyalah potongan daging yang berada di dalam mulut akan tetapi apa jadinya mulut tanpa lidah. Tentunya seseorang akan kesulitan mengecap rasa, berbicara dan yang paling buruk adalah penampilannya tidak sempurna. Untuk itu betapa besar nikmat Allah SWT telah diberikan kepada kita berupa nikmat memiliki lidah patut disyukuri dengan menjaga lisan. Karena setiap ucapan yang dikeluarkan akan dicatat dan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Firman Allah SWT “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”. (QS. Qaf: 18)
Untuk itu, bagi setiap wanita muslimah hendaknya selalu menjaga tutur katanya agar tidak terjerumus pada kesalahan lisan yang sering dilakukan kebanyakan orang. Sebagaimana hadis yang dikisahan dari Ibnu Mas’ud ia berkata aku mendengar Rasululllah SAW bersabda, “Sesungguhnya kesalahan terbanyak keturunan Adam (manusia) adalah pada lidahnya”. (HR. Baihaqi)
Perkataan yang terucap dari bibir dapat mengantarkan seseorang pada keagungan surga dan dapat menjadikannya terjerembab ke dalam neraka. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang hanya berbicara sepatah kata yang diridhai Allah dan dia tidak terlalu memperhatikannya, namun dengan sepatah kata itu Allah mengangkatnya beberapa derajat ke Surga. Sementara ada seorang hamba yang hanya membicarakan sepatah kata yang dimurkai Allah dan dia sama sekali tidak memikirkannya, namun karena sepatah kata itu pula Allah melemparkannya masuk ke dalam neraka”. (HR. Bukhari)
Rasulullah SAW berpesan untuk bertutur kata yang baik karena tutur kata yang baik dapat menjadi sedekah bagi pelakunya. Rasulullah SAW bersabda, “Tutur kata yang baik adalah shadaqah”. (HR. Bukhari). Dan apabila tidak dapat bertutur kata yang baik maka Rasulullah SAW memerintahkan untuk diam, karena diam adalah lebih baik dan membawa keselamatan. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berbicara baik atau diamlah”. (HR. Bukhari). Dalam hadis lain dikisahkan dari Uqbah bin Amir ia bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Wahai Rasulullah SAW apa kunci selamat itu?’. Beliau menjawab, ‘Jagalah lisanmu, lapangkanlah rumahmu, dan tangisilah dosa-dosamu.” (HR. At-Tirmidzi)
Diam lebih utama daripada berbicara yang tidak ada manfaatnya dan dapat menyakiti perasaan orang lain. Diam memiliki keutamaan besar yakni akan selamat dari bahaya dan malapetaka. Karena lisan yang tidak terjaga akan menjeremuskan ke dalam perbuatan dosa. Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan lurus keimanan seorang hamba sampai hatinya benar-benar lurus, dan tidak akan lurus hatinya sampai lidahnya benar-benar lurus. Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari keusilannya”. (HR. Ahmad)
Hasan Al-Basri menuturkan bahwa lisan orang beriman berada di belakang hatinya sehingga apabila ingin berbicara sesuatu, ia akan memikirkannya terlebih dahulu dengan hatinya, barulah kemudian meneruskan ke ucapannya. Berbeda dengan orang munafik, yang lisannya berada di depan hatinya sehingga jika ia menginginkan sesuatu maka secara langsung akan ia kemukakan tanpa menggunakan hatinya.
Mengenai pentingnya menjaga lisan, Umar bin Khathab memberikan nasihat, “Bahwasannya orang yang banyak berbicara maka ia akan banyak kesalahan. Barang siapa yang banyak berbuat kesalahan maka ia banyak dosanya. Dan barang siapa yang banyak dosanya maka ia akan menjadi penghuni neraka. Sahabat Abu Bakar yang sangat berhati-hati menjaga lisan selalu mengingatkan sambil memegang lidahnya ia berkata “Inilah yang menyeretku pada beragam kebinasaan”.
Bagi para wanita muslimah hendaknya selalu menjaga lisan sesuai dengan syariat Islam. Bertutur katalah yang baik dan santun serta jauhilah perbuatan-perbuatan berikut ini:
a.      Perkataan Sia-sia
Perkataan yang penuh manfaat dan nasihat lebih berkualitas dari pada perkataan yang tidak penting dan sia-sia. Rasulullah SAW besabda, “Termasuk bukti kebaikan kualitas Islam seseorang adalah apabila dia bisa meninggalkan apa yang tidak penting baginya”. (HR. At-Tirmidzi)

b.      Berkata Bohong
Hindari berkata bohong karena berbohong bukanlah ciri-ciri orang beriman. Antara kebohongan dan keimanan keduanya tidak dapat bersatu. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak beriman seorang hamba dengan keimanan yang sepenuhnya sampai ia meninggalkan bohong meski dalam bercanda dan meninggalkan perdebatan meskipun dalam posisi yang benar”. (HR. Ahmad)
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah engkau kepada Allah SWT dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (QS. Al-Ahzaab: 71)

c.       Menggunjing (ghibbah)
Menggunjing adalah menyebut-nyebut keadaan saudara sesama muslim dengan sesuatu yang tida disukainya jika ia sampai mengetahuinya, baik membicarakan kekurangan yang ada pada fisiknya, keburukan sifatnya maupun kelemahannya dalam agama. Perbuatan ini termasuk perbuatan yang sangat berbahaya dan paling menyakitkan. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa orang yang menggunjing orang lain ibarat memakan daging bangkai saudaranya sendiri tentulah hal ini sangat menjijikan. (QS. Al-Hujurat: 12)
Dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, “Ketika di-mi’rajkan, aku melewati sekelompok orang dengan kuku-kuku dari tembaga yang sedang mencakar-cakar muka dan dada mereka sendiri. Aku penasaran dan bertanya, ‘Siapa gerangan mereka ini, hai Jibril?’ Ia menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang gemar makan daging manusia (menggunjing) dan melecehkan kehormatan orang lain”. (HR. Abu Daud)

d.      Mengadu Domba (namimah)
Mengadu domba atau provokasi merupakan kejahatan lisan yang dapat membawa pelakunya menjadi penghuni neraka. Perbuatan ini sangat terlarang dan dapat menimbulkan perpecahan. Sabda Rasulullah SAW, “Tidak akan masuk surga orang yang gemar melakukan adu domba atau memecah belah”. (HR. At-Tirmidzi). Allah SWT memerintahkan untuk selalu waspada terhadap perilaku orang-orang yang hendak memecah belah keadaan. Dia berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang kepadamu orang yang fasik yang membawa suuatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (QS. Al-Hujurat:6)
Adapun sifat-sifat orang yang senang melakukan perbuatan provokasi adalah gemar mencela dan menyebarkan fitnah sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah”. (QS. Al-Qalam: 10-11)

e.       Menghina Orang Lain
Lisan yang telah Allah karuniakan janganlah sampai disalahgunakan untuk melakukan perbuatan yang dibenci-Nya yaitu menghina atau mengolok-olok orang lain. Perbuatan ini tidaklah pantas dilakukan wanita muslimah kepada orang lain ataupun sesama muslim lainnya. Menghina adalah bentuk kesombongan diri yang tidak disadari. Padahal belum tentu yang menghina lebih baik daripada yang dihina. Bisa jadi yang menghina lebih buruk keadaannya.
Firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanota (yang diperolok-olokkan) lebih baik daripada wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Hujurat: 11)

f.       Menyumpahi atau Mengutuk
Menyumpahi atau mengutuk adalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan baik terhadap manusia, hewan, tumbuhan atau pada benda mati sekalipun. Mengutuk berarti mengusir dan menjauhkan orang yang dikutuk dari lingkaran rahmat Allah SWT.
Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah mendoakan keburukan bagi orang musyrik dan mengutuk mereka dalam shalat beliau selama enam bulan. Lalu turunlah peringatan dari Allah SWT yang berbunyi, “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka, atau menerima tobat mereka atau mengazab mereka  karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim”. (QS. Ali Imran: 128)
Dari Samrah bin Jundub bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Janganlah kalian mengutuk dengan ketukan Allah juga dengan kemurkaan-Nya ataupun dengan neraka.” (HR. At-Timidzi)

3.     Menahan Amarah dan Memaafkan
Menahan amarah dan mau memaafkan adalah dua hal yang saling berkesinambungan dan kedua sifat itu hendaknya menjadi akhlak yang melekat pada pribadi wanita muslimah. Tak tanggung-tanggung Allah SWT akan memberikan kenikmatan surga yang luasnya seluas langit dan bumi untuk hamba-Nya yang mampu menahan amarah dan mau memaafkan.
Dijelaskan dalam firman-Nya, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS. Ali Imran: 133-134)
Marah itu letakknya di hati. Kemarahan yang dahsyat berarti meluapnya darah di dalam hati yang menuntut pembalasan dan tak akan tenang selama belum melampiaskan amarahnya itu. Dan ketika manusia dalam kondisi tersebut sesungguhnya syaitan lebih berkuasa sehingga seseorang yang sedang marah wajahnya akan berubah kemerahan dan mengerikan. Kata-kata yang dikeluarkan adalah kata-kata kasar.
Begitu pula dengan sikapnya, orang yang sedang marah akan melakukan hal-hal di luar batas kewajaran. Dia akan menyerang musuhnya, atau melampiaskan kemarahannya pada benda di sekitar bahkan juga dirinya sendiri. Kehalusan dan kelembutannya sudah tidak ada lagi. Hanya api kemarahan yang lama kelamaan membakar seluruh dirinya dan merugikan kehidupannya. Untuk itu, tahanlah amarah dengan cara menenangkan diri dan mau memaafkan orang lain. Ingatlah, bahwa surga yang akan menjadi imbalannya. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Janganlah kamu marah, bagimu surga”.
Rasulullah SAW pernah berada dalam kondisi yang membuat beliau sangat marah dan sedih. Yaitu pada perang Uhud, Hamzah paman beliau dibunuh dan jasadnya dicabik-cabik oleh hindun istri Abu Sufyan. Hati Rasulullah SAW sangat sakit melihat pamannya diperlakukan layaknya binatang sehingga beliau pun geram dan mengeluarkan kata-kata balas dendam. Dari peristiwa tersebut Allah SWT segera memperingatkan Rasulullah SAW untuk bersikap tenang dan membimbing beliau dengan firman-Nya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan”. (QS. An-Nahl: 125-128)
Menahan amarah juga pernah dicontohkan Abu Bakar Ash-Shidiq. Suatu kali Abu Bakar pernah dicaci maki oleh seorang laki-laki. Namun Abu Bakar tidak membalas cacian tersebut, melainkan ia berkata kepada si pencaci, “Aib yang ditutup darimu lebih banyak lagi”. Dan setelah itu Abu Bakar lebih memperhatikan dan memperbaiki aib/kekurangan dirinya daripada mencari-cari aib orang lain. Sikap yang sama dilakukan oleh Ar-Rabi’ bin Khaitsam. Dia belajar mempraktekan menahan amarah dari guru-gurunya dari kalangan sahabat seperti Abu Bakar. Ketika ia dicaci maki ia segera berkata, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataanmu dan sesungguhnya jalan menuju surga bertebar rintangan. Apabila aku sanggup melewatinya apa yang kamu ucapkan tidak akan merugikanku dan apabila aku tidak dapat melewatinya berarti aku lebih buruk dari apa yang kamu katakan”.
Wanita muslimah, setelah mengetahui orang-orang shaleh yang dapat menahan amarahnya serta dapat memaafkan orang yang mendzaliminya maka seyogyanya sebagai wanita muslimah dapat meniru akhlak-akhlak beliau sehingga nantinya termasuk dalam golongan orang-orang yang sabar. Orang sabar bukanlah orang yang didzalimi lalu bersabar. Orang sabar adalah ketika dia didzalimi dan memiliki kemampuan untuk membalasnya akan tetapi dia lebih memilih memaafkan orang  yang mendzaliminya.
Sifat mau memaafkan orang lain akan membuat pelakunya dekat dengan takwa dan mendapatkan kehormatan dari Allah SWT. Firman Allah SWT, “...dan pemaafan kamu itu lebih dekat dengan takwa”. (QS. Al-Baqarah: 237). Dan Rasulullah SAW bersabda, “Shadaqah tidak akan mengurangi hartamu sedikitpun, dan seseorang tidak memaafkan sebuah kedzaliman (terhadap dirinya) kecuali Allah akan menambahkan kehormatan pada dirinya”. (HR. Abu Hurairah)
Selain itu bersikap baik terhadap orang yang telah berbuat dzalim adalah perbuatan terbaik yang nantinya akan menimbulkan rasa cinta di dalam hati musuh. Karena pada dasarnya kebaikan dan kejahatan tidaklah sama. Senada dengan firman Allah SWT, “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan besar”. (QS. Fushilat: 34-35)

4.     Dermawan
Allah SWT Sang Maha Pemurah dan kemurahan-Nya akan dikaruniakan bagi hamba-hambaNya yang memiliki sifat sesuai asma Allah Yang Maha Pemurah yakni bersikap pemurah atau dermawan. Dia akan melapangkan rizki berlipat ganda kepada orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. Dan Allah SWT berfirman, “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkah hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. (QS. Al-Baqarah: 245)
Bentuk dari sikap dermawan antara lain membayar zakat, memberikah suguhan kepada tamu dan membantu kesulitan hidup orang lain. Sabda Rasulullah SAW, “Telah bebas dari kebakhilan orang yang menunaikan zakat, menyuguhi tamu dan memberi di tengah kesulitan hidup”.
Memberi hadiah kepada kerabat, tetangga atau pun teman juga merupakan bentuk lain dari sikap dermawan. Perbuatan ini dapat memperat tali silaturahim antar sesama muslim dan melahirkan rasa kasih sayang. Dari Abdullah bin Al-Khurasani, Rasulullah SAW bersabda, “Bermaaf-maafanlah kalian niscaya kebencian akan hilang, tukar menukarlah hadiah niscaya kalian akan saling menyayangi dan dendam pun akan hilang”. (HR. Malik)
Memberi hadiah tak harus dengan barang-barang mahal dan mewah. Hadiah yang diberikan dengan keikhlasan hati dan rasa kasih sayang lebih utama karena akan membuat senang orang yang menerimanya. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Hai wanita Muslimat, janganlah seorang tetangga wanita melecehkan (hadiah) tetangga-tetangga wanitanya meskipun hanya sekedar kuku ternak.”
Keuntungan orang yang bersikap dermawan adalah dekat dengan Allah SWT, disenangi banyak orang dan terhindar dari siksa neraka. Sedangkan orang yang bakhil adalah sebaliknya, dia jauh dari Allah SWT, dibenci banyak orang dan dekat dengan siksa neraka. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda, “Orang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia dan jauh dari neraka. Sedangkan orang bakhil (pelit) jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia dan dekat dengan neraka. Sesungguhnya orang bodoh yang dermawan lebih dicintai Allah SWT daripada orang pintar yang bakhil”. (HR At-Tirmidzi)
Rasulullah SAW adalah manusia yang paling dermawan. Kedermawanan beliau berlipat ganda sehingga diibaratkan kedermawanan dan sikap pemurah beliau melebihi angin yang bertiup. Lawan dari sifat dermawan adalah bakhil atau pelit. Orang yang bakhil adalah orang yang berpaling dari kebenaran sehingga Allah SWT berfirman:
 “Dan diantara mereka ada yang berjanji kepada Allah SWT: “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih”. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai pada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah mengingkari terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta”. (QS. At-Taubah: 75-77)
Orang bakhil yang gemar menyimpan harta hingga mengabaikan kewajibannya membayar zakat maka kelak di hari kiamat harta-harta simpanannya tersebut akan berubah menjadi ular yang mengerikan dan akan mencederainya. Dari Abu Hurairah RA., Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang diberikan kekayaan oleh Allah lalu tidak ia tunaikan zakatnya, maka pada hari kiamat kelak kekayaannya akan menjelma menjadi ular kobra berkepala botak yang memiliki dua tanduk atau taring yang akan dikalungkan kepadanya. Kemudian ular itu mematok kedua rahang bawahnya, kemudian berkata, ‘Aku adalah kekayaanmu. Aku adalah harta simpananmu.”
Dan orang bakhil yang hatinya keras dan tidak mempedulikan orang lain dapat merugikan masyarakat dengan membiarkan tetangganya kelaparan sedang dia menimbun banyak bahan makanan maka Allah SWT akan murka padanya dan hanya adzab Allah yang pantas baginya. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa yang memonopoli makanan selama empat puluh malam, maka ia telah bebas lepas dari Allah dan Allah bebas lepas darinya. Dan barang siapa pemilik pelataran (ahl arshah) yang diantara mereka ada satu orang yang kelaparan maka jaminan Allah telah lepas dari mereka.”
Dalam satu riwayat yang disampaikan Jabir diceritakan bahwa, “Ketika kami sedang shalat berjamaah bersama Rasulullah SAW dalam barisan shaf shlata Dzuhur, tiba-tiba beliau mengambil sesuatu lalu beliau melama-lamakan shalat sehingga orang-orang pun terlambat. Setelah selesai shalat Ubay bin Ka’ab bertanya kepada Nabi SAW, “Anda telah melakukan sesuatu dalam shalat yang sebelumnya tidak pernah anda lakukan, ada apa wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Tadi aku diperlihatkan taman surga dengan segala bunga-bunga dan buah-buahan yang ranum. Lalu di sana aku memetik anggur yang ku bawakan (sebagai oleh-oleh) untuk kalian. Akan tetapi ada sesuatu yang menghalang-halangi antara aku dengannya. Padahal jika bisa aku bawakan buah anggur itu untuk kalian, niscaya buah itu dapat dimakan oleh semua orang di antara langit dan bumi tanpa menguranginya sedikit pun. Kemudian aku diperlihatkan neraka. Saat aku rasakan panas baranya aku langsung menghindar dan menjauhinya. Orang yang paling banyak aku lihat di dalamnya adalah wanita-wanita yang apabila diberi amanat (sebuah rahasia) dia malah menyebar-nyebarluaskan dan jika dimintai ia bakhil padahal apabila meminta dia mendesak”. (HR Ahmad)
Sabda Rasulullah SAW, “Kedzaliman adalah kegelapan di hari kiamat. Jauhilah sesuatu yang keji sesungguhnya Allah tidak menyukai sesuatu yang keji dan perbuatan keji. Jauhilah pula sikap bakhil sesungguhnya kebakhilan yang membinasakan umat-umat sebelum kamu. Ia perintahkan mereka untuk memutus hubungan silaturahim lalu mereka memutuskan. Ia perintahkan mereka bakhil lalu mereka bakhil. Dan ia perintahkan mereka untuk berbuat maksiat lalu mereka melaksanakannya”.
Dari kedua hadis di atas dapat diambil pelajaran berharga untuk para wanita muslimah agar menjauhi sifat bakhil atau pelit. Karena sifat tersebut sangat dibenci Allah SWT dan dapat menjerumuskan para wanita ke dalam bara panas api neraka. Oleh karena itu banyak-banyaklah berderma dan mengamalkan doa Rasulullah SAW berikut ini agar terhindar dari sifat bakhil.
“Allahumma innii a’udzubika minal bukhli wa a’udzubika minal jubni wa a’udzubika an uradda ilaa ardzal ‘umur wa a’udzubika min fitnatiddunyaa wa a’udzubika min ‘adzaabal qabri.”
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kebakhilan. Aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut. Aku berlindung kepada-Mu dari keterpurukan yang paling hina. Aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia (Dajjal). Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur”.

5.     Menghindari Debat
Debat ialah keinginan melemahkan, menyalahkan, merendahkan, mematahkan hingga membungkam lawan bicara dengan pendapat-pendapat yang dimilikinya. Mendebat lawan bicara akan membuat seseorang merasa hebat, berbangga diri, sombong dan selalu ingin menang. Hal ini merupakan budi pekerti yang buruk yang harus dihindari oleh setiap wanita muslimah.
Allah SWT berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ngulangi bagi manusia dalam Al-Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah”. (QS. Al-Kahfi: 54)
Wanita muslimah, apabila sedang berdiskusi sebaiknya tidak mengarah pada perdebatan. Tidak ada manfaat yang didapat dari sebuah perdebatan dan Allah SWT sangat membenci orang-orang yang senang berdebat. Debat hanya memicu permusuhan, amarah, kebencian dan menyingkap aib dan keburukan orang lain. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang gemar menyimpang dan senang bermusuhan.” (HR. Bukhari).
Rasulullah SAW memerintahkan untuk meninggalkan perdebatan yang minim dari kebaikan. Dan jangan sampai seseorang yang sedang belajar memanfaatkan ilmunya hanya untuk perdebatan. Hal ini sangat berbahaya sehingga Umar bin Khatab berpesan, “Jangan mencari ilmu karena tiga hal dan jangan meninggalkan ilmu karena tiga hal pula yaitu jangan mencari ilmu karena ingin berdebat, mencari prestise (gengsi) dan pamer. Jangan pula meninggalkan ilmu karena malu mencarinya, zuhud di dalamnya dan membiarkan kebodohan dalam dirinya. Debat hanya akan mengeraskan hati dan melahirkan dendam”
Bilal bin Sa’ad pun menegaskan bahwa perdebatan hanya menimbulkan banyak kerugian. Ucapannya, “Apabila kau melihat seseorang yang senang membantah, mendebat dan membanggakan pendapatnya sendiri maka telah sempurnalah kerugiannya”. Hingga Luqman al-Hakim mewanti-wanti anaknya untuk tidak sekali-kali mendebat orang lain terutama ulama. Pesannya, “Anakku, jangan kau debat para ulama karena jika kau melakukan hal itu maka mereka para ulama akan membencimu”.
Wanita muslimah yang mampu meninggalkan perdebatan meskipun telah mengetahui sesuatu yang benar maka hal itu merupakan bentuk kepercayaan diri dan keimanan kepada Allah SWT. Dan pantas baginya mendapatkan balasan berupa surga dan Rasulullah SAW yang akan menjadi pemimpin rumahnya di surga nanti. Dari Abu Umamah, Rasulullah SAW bersabda, “Aku adalah pemimpin di rumah yang berada di pinggiran surga yang diperuntukkan bagi orang-orang yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar, juga rumah yang berada di surga bagian tengah yang diperuntukkan bagi orang yang  meninggalkan bohong meski hanya bercanda dan rumah yang berada di surga bagian atas yang diperuntukkan bagi orang yang baik budi pekertinya.” (HR. Abu Daud)
Adapun perdebatan yang baik adalah jika keadaan harus diselesaikan dengan berdebat dan beradu pendapat maka berdebatlah dengan cara yang bijak dan santun. Tidak dengan suara yang tinggi dan disertai kemarahan. Melainkan dengan bantahan yang baik dan argumentasi yang benar sehingga tercipta diskusi yang santun serta saling memaafkan ketika terjadi kesalahan di antara satu sama lain. Cara perdebatan terpuji ini sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an, firman-Nya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125)

6.     Bersikap Baik Terhadap Tetangga
Aspek yang paling pokok dalam hidup bermasyarakat adalah bertetangga. Kehidupan masyarakat yang damai, aman dan nyaman dapat tercipta apabila terjalin hubungan yang baik dan harmonis dengan tetangga. Islam menekankan kepada umatnya tentang pentingnya hidup rukun dalam bermasyarakat oleh karena itu muncullah anjuran untuk bersikap baik terhadap tetangga. Bersikap baik terhadap tetangga merupakan salah satu perintah Allah SWT yang termaktub dalam kitab-Nya yaitu, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua (Ibu dan Bapak), karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, serta hamba sahayamu. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. An-Nisaa: 36)
Dari Uqbah bin Amir bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang mula-mula bersengketa pada hari kiamat adalah dua tetangga”. (HR. Ahmad)
Wanita muslimah, pada umumnya setiap orang pasti menginginkan tinggal di lingkungan yang harmonis. Lingkungan yang nyaman, yang saling menghormati, menghargai dan membantu satu sama lain, tidak saling menyakiti, merendahkan dan bermusuhan. Karena memiliki tetangga yang baik adalah sebuah kebahagiaan untuk itu jangan sampai kita menyakiti tetangga dengan perbuatan dan ucapan yang buruk. Hal tersebut termasuk perbuatan dosa yang harus dihindari.
Sabda Rasulullah SAW, “Ada empat hal yang termasuk dalam kebahagiaan yaitu istri yang shalihah, tempat tinggal (rumah) yang luas, tetangga yang baik dan kendaraan yang nyaman. Dan empat hal yang termasuk kesengsaraan bagi seseorang yaitu tetangga yang senang mengganggu, istri yang tidak taat, kendaraan yang buruk dan tempat tinggal yang sempit”. (HR. Ibnu Hibban)
Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. (QS. Al-Ahzab: 58)
Betapa pentingnya senantiasa bersikap baik terhadap tetangga hingga Jibril mewasiatkan hal itu berulang kali kepada Rasulullah SAW. Suatu ketika nabi Muhammad SAW terpaku begitu lama saat berbicara dengan seorang laki-laki di hadapannya sehingga para sahabat perawi hadis yang melihat kejadian itu menaruh iba terhadap beliau. Setelah Rasulullah SAW selesai berbicara dengan laki-laki itu, salah seorang sahabat ada yang bertanya perihal laki-laki tadi. Dan beliau menjawab, “Jibril terus menerus mewasiatiku soal tetangga sampai-sampai aku kira dia seolah-olah akan menjadikannya sebagai ahli waris”. (HR. Jama’ah)
Hal senada diceritakan pula dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jibril selalu berwasiat kepadaku tentang tetangga sampai-sampai aku menyangka bahwa tetangga akan dijadikan sebagai ahli waris.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan surat An-Nisaa ayat 36 yang disebutkan di awal pembahasan ini, terdapat dua macam jenis tetangga yaitu tetangga dekat dan tetangga jauh. Pertama, tetangga dekat adalah yang masih memiliki hubungan kekerabatan dan kedua, tetangga jauh adalah yang tidak memiliki hubungan kekerabatan termasuk juga tetangga non muslim.
Setiap tetangga memiliki hak dan ada tiga jenis kelompok tetangga yang berdasarkan pada hak-haknya. Pertama, tetangga muslim yang masih kerabat atau saudara memiliki tiga hak yakni hak tetangga, hak kekerabatan dan hak sesama muslim. Kedua, tetangga muslim yang bukan kerabat atau saudara memiliki dua hak yakni hak tetangga dan hak sesama muslim. Dan yang terakhir, tetangga non muslim yang memilik satu hak yakni hak tetangga.
Adapaun mengenai hak-hak tetangga Rassullah SAW menjelaskannya di dalam hadis berikut ini. Para sahabat pernah bertanya kepada nabi Muhammad tentang hak-hak tetangga dan beliau menjawab, “Apabila dia meminjam uangmu maka pinjamkanlah dia. Apabila dia meminta bantuanmu maka bantulah dia. Apabila dia membutuhkanmu, berilah dia. Apabila dia kefakiran, besuklah dia. Apabila dia mendapat kebaikan, ucapkanlah selamat baginya. Apabila dia tertimpa musibah, hiburlah hatinya. Apabila dia meninggal, iringi jenazahnya. Jangan tinggikan bangunan rumahmu hingga menghalangi tiupan angin sampai ke rumahnya kecuali atas izinnya. Jangan sakiti dia dengan aroma masakanmu kecuali engkau membagikan masakanmu untuknya. Apabila engkau membeli buah-buahan, hadiahilah dia. Apabila tidak dapat menghadiahkan padanya, bahagiakanlah dia dan laranglah anakmu keluar rumah sambil memamerkan buah tersebut hingga membuat tetanggamu merasa iri. Dan apabila tetanggamu memiliki kekurangan maka tutuplah aibnya.”
Hubungan dengan tetangga ada kaitannya dengan hubungan manusia terhadap tuhannya. Kesaksian tetangga yang akan menilai baik buruknya seseorang dalam berinteraksi sosial. Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata, “Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa saya telah berbuat baik atau berbuat buruk?’. Beliau SAW menjawab, ‘Apabila kamu mendengar tetangga-tetanggamu mengatakan kamu baik maka kamu benar-benar telah berbuat baik. Dan apabila kamu mendengar mereka mengatakan bahwa kamu buruk maka kamu benar-benar telah berbuat buruk.” (HR. Ibnu Majah)
Orang yang tidak bersikap baik terhadap tetangga, melanggar hak-hak tetangga bahkan mengganggu ketenangannya maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim dan dosa. Orang yang berahlak seperti itu pantang baginya kenikmatan surga. Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang yang tetangganya tidak aman dari gangguan-gangguannya”. (HR. Muslim)
Untuk itu wanita muslimah, senantiasalah menjunjung tinggi tanggung jawab kehidupan bertetangga yang rukun, damai dan sejahtera. Karena sikap kita terhadap tetangga menjadi salah satu faktor yang dapat mengantarkan ke surga atau malah sebaliknya menjatuhkan diri ke lembah neraka. Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Ada seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, si wanita itu terkenal dengan sifat rajinnya dalam shalat, berpuasa, daan bersedekah akan tetapi dia sering menyakiti tetangga-tetangganya dengan perkataan usilnya.” Rasulullah SAW menukas, “Ia di neraka”. Lalu laki-laki itu berkata lagi, “Sementara itu, wanita satunya lagi terkenal sangat sedikit beribadah puasa, sedekah dan shalat namun dia gemar memberi sepotong keju kepada tetangganya dan dia tidak pernah menyakiti tetangganya dengan perkataan buruk.” Beliau kembali menukas, “Ia di surga”. (HR. Ahmad)

7.     Menyingkirkan Gangguan dari Jalan
Perbuatan sederhana yang sering kali dianggap remeh terkadang justru berdampak besar bagi pelakunya hingga berbuah kenikmatan surga. Pertanyaannya, perbuatan sederhana apa yang sedemikian hebat yang dapat mengantarkan seseorang menjadi penghuni surga nan kekal abadi. Jawabnya adalah menyingkirkan sesuatu yang membahayakan di jalan seperti batu, duri, serpihan kaca, ranting pohon atau tulang.
Rasulullah SAW pun menyebutkan bahwa menyingkirkan sesuatu yang membahayakan dari jalan merupakan sebagai salah satu cabang keimanan. Dalam hadis beliau telah dikatakan bahwa, “Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh sekian cabang. Yang paling utama ialah ucapan Laa ilaaha illallah dan yang paling rendah ialah menyingkirkan sesuatu dari jalanan dan rasa malu termasuk cabang keimanan.” (HR. Muslim)
Perbuatan tersebut kelihatannya sepele dan mudah dilakukan akan tetapi apabila dalam diri seseorang tidak memiliki keimanan, kepekaan, serta kepedulian sosial maka perbuatan tersebut akan terasa berat dilakukan. Padahal perbuatan tersebut adalah perhiasan keimanan dan merupakan bagian dari macam-macam sedekah serta amalan baik.
Sebagaimana hadis yang dijelaskan dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap ruas persendian manusia memiliki sedekah setiap hari seiring terbitnya matahari. Berlaku adil antar dua orang adalah sedekah. Membantu seseorang menaiki kendaraannya lalu memapah ke atasnya atau membantu menaikkan beban bawaannya ke atas kendaraan adalah sedekah. Ucapan yang baik adalah sedekah. Setiap langkah kaki yang diayunkan menuju tempat shalat adalah sedekah. Dan menyingkirkan sesuatu yang membahayakan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Bukhari)
Dan hadis yang bersumber dari Abu Dzar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku pernah diperlihatkan seluruh amalan umatku, yang baik ataupun yang buruk. Aku lihat di bagian amalan baik ada benda menyakitkan manusia yang disingkirkan dari jalanan.” (HR. Muslim)
Setiap wanita muslimah tentunya senang melihat keindahan alam ciptaan Allah SWT. Apa jadinya jika lingkungan di sekitar kita dipenuhi banyak sampah kotoran serta pencemaran limbah akibat ulah dari tangan manusia itu sendiri. Sudah pasti akan menimbulkan berbagai penyakit dan kerugian lainnya. Untuk itu, setiap individu wajib melakukan tindakan/aksi yang dimulai dari perbuatan sederhana dengan menyingkirkan hal-hal yang membahayakan manusia dari jalanan seperti membuang sampah pada tempatnya, memotong dahan pohon yang menyeruak ke jalanan, menyingkirkan kawat berduri, batu atau tulang dari jalanan yang dikahawatirkan akan membahayakan keselamatan jiwa manusia. Selanjutnya dapat ditingkatkan ke lingkup yang lebih luas dan besar agar tercipta kesejahteraan bagi semua makhluk hidup. Sebagaimana yang telah disinggung dalam hadis sebelumnya.
Bagi wanita muslimah yang memperhatikan pentingnya perbuatan sederhana ini sehingga dengan kerendahan hati dia dapat mengamalkannya. Maka baginya balasan besar berupa kenikmatan di surga kelak. Karena perbuatanya itu dapat membuat orang lain terhindar dari bahaya dan celaka.
Dari Aisyah diceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap manusia yang merupakan anak turunan Adam diciptakan dengan tiga ratus enam puluh sendi. Barang siapa yang bertakbir, bertahmid, bertahlil, bertasbih, beristighfar pada Allah, menyingkirkan batu dari jalan yang dilalui manusia ataupun menyingkirkan duri juga tulang dari jalan yang dilalui manusia, memerintahkan yang baik atau melarang yang munkar sejumlah tiga ratus enam puluh ruas persendiaan maka pada hari itu dia telah berjalan sambil menyingkirkan dirinya dari api neraka.” (HR. Muslim)
Dalam hadis yang senada diceritakan dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku melihat seorang laki-laki merebahkan diri di surga, di bawah pohon yang dulu ia tebang dari ruas jalan karena berpotensi bahaya bagi manusia.” (HR. Muslim)
Sabda Rasulullah SAW, “Ada seseorang yg melewati sebatang ranting pohon yg menjuntai ke jalan. Kemudian orang tersebut berkata; 'Demi Allah, saya akan menyingkirkan ranting pohon ini agar tak mengganggu kaum muslimin yg lewat.' Akhirnya orang tersebut dimasukkan ke dalam surga
Begitulah kecantikan pribadi muslimah yang sebenarnya. Kecantikan yang diridhai Allah SWT yang harus dijaga dan dirawat dengan selalu taat kepada Allah SWT, dengan menjalankan syariat serta menjauhkan diri dari segala bentuk kemurkaan-Nya. Kecantikan abadi yang buahnya dapat dipetik hingga di kehidupan akhir nanti. Dan semoga kita termasuk wanita muslimah yang memiliki keterbukaan hati serta senantiasa mendapat hidayah dari Allah SWT.




Firman Allah SWT:
“Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti  apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal”.
(QS. Az-Zumar, 39: 18)

 


*Tulisan ini diambil dari buku karya saya yang berjudul Cantik Luar Dalam ala Muslimah